Banyak anak mampu membaca Al-Qur’an, tapi tak sedikit yang tumbuh tanpa mencintainya. Di tengah derasnya arus pendidikan modern dan digitalisasi, ajaran suci itu kadang hadir sekadar sebagai rutinitas—bukan sebagai cahaya yang menuntun kehidupan. Inilah kegelisahan yang kemudian melahirkan Kurikulum Loving Quran, sebuah kurikulum yang berupaya menghidupkan kembali hubungan anak dengan Al-Qur’an, bukan sekadar mengenalkannya secara teknis.
Kurikulum Loving Quran hadir sebagai jawaban atas kebutuhan itu. Lebih dari sekadar metode pembelajaran Al-Qur’an, kurikulum ini adalah pendekatan spiritual yang dibangun di atas fondasi cinta, kasih sayang, dan pemahaman mendalam terhadap perkembangan anak.
Lahir dari Kebutuhan Zaman
Menurut Kak Ocha, kurikulum ini lahir dari kegelisahan akan kurangnya metode pengajaran Al-Qur’an yang relevan dengan dunia anak-anak masa kini—terutama mereka yang tumbuh di lingkungan perkotaan. Loving Quran menjadi jembatan antara kebutuhan spiritual anak dan tantangan akademik mereka, tanpa mengorbankan salah satunya.
“Seiring dengan meningkatnya kompleksitas kebutuhan murid yang tidak hanya harus menguasai kurikulum nasional, tetapi juga kurikulum internasional, muncul urgensi untuk menghadirkan metode pembelajaran Al-Qur’an yang lebih relevan, menyenangkan, dan terintegrasi. Loving Quran hadir sebagai respons terhadap tantangan tersebut, dengan tujuan mendampingi pertumbuhan spiritual anak secara holistik tanpa mengesampingkan tuntutan akademik global yang dihadapi siswa masa kini,” ujar Kak Ocha.
Filosofi: Mencintai Sebelum Menghafal
Kurikulum Loving Quran diambil dari kata Love dan Quran dengan makna mencintai Al-Qur’an. Nama “Loving Quran” bukan sekadar nama yang indah. Ia juga mencerminkan filosofi utama kurikulum ini: mencintai Al-Qur’an sebelum menghafalnya, memahaminya sebelum mengkhatamkannya. Kurikulum ini dirancang untuk membangun rasa cinta terhadap Al-Qur’an sejak dini, melalui suasana belajar yang menyenangkan, penuh kasih, dan selaras dengan fitrah anak.
Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Islam yang menekankan kelembutan dalam mendidik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Berilah kemudahan dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari.”
Pembelajaran yang Ramah dan Penuh Makna
Dalam implementasinya, Kurikulum Loving Quran mengintegrasikan empat pilar karakter utama yang menjadi tujuan pembentukan siswa, yaitu:
- Intelligent (Kecerdasan): dikembangkan melalui materi Al-Qur’an.
- Faithful (Keimanan): dikuatkan lewat materi Akidah.
- Compassionate (Kasih Sayang): ditanamkan melalui materi Akhlak.
- Obedient (Ketaatan): dibentuk lewat pengajaran Fiqih dan ibadah.
Setiap materi disampaikan dalam bentuk pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan, dengan suasana yang hangat dan bebas tekanan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa anak-anak tidak hanya belajar secara intelektual, tetapi juga merasakan kedekatan emosional dengan ajaran agamanya.
Peran Guru sebagai Sahabat Belajar
Peran guru sangat krusial dalam Kurikulum Loving Quran. Sebelum mengajar, para guru diwajibkan mengikuti pelatihan intensif selama kurang lebih tujuh hari. Tujuannya adalah agar para pengajar mampu memahami bukan hanya konten kurikulum, tetapi juga cara penyampaiannya yang lembut, relevan, dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
Guru dalam kurikulum ini bukan sekadar instruktur, tetapi sahabat belajar yang hadir dengan teladan dan kasih sayang.
Respons Masyarakat dan Tantangan Masa Kini
Sejauh ini, murid-murid Alif Iqra merespon positif Kurikulum Loving Quran. Banyak dari mereka menikmati proses belajar yang menyenangkan dan tidak menegangkan. Namun, Kak Ocha mengakui bahwa tantangan tetap ada, terutama dengan munculnya isu-isu baru yang dibawa oleh perkembangan zaman dan teknologi.
“Sejauh ini pengguna Loving Quran, yaitu murid-murid Alif Iqra merespon positif dengan kurikulum yang sudah ada, namun tetap ada masukan terkait update isu-isu tertentu untuk dijawab oleh guru-guru mengingat berkembangnya teknologi dan zaman juga memunculkan peramsalahan baru bagi pendidikan islam anak-anak,” jelasnya.
Membangun Generasi Cinta Al-Qur’an
Pada akhirnya, Loving Quran bukan hanya tentang belajar membaca atau menghafal, tetapi tentang menanamkan nilai, membentuk karakter, dan menghidupkan cinta terhadap Al-Qur’an dalam diri anak. Cinta itu diharapkan tidak berhenti di lisan, tetapi tumbuh dalam hati dan mewujud dalam perbuatan.
Melalui suasana belajar yang hangat, materi yang terstruktur, serta pendampingan dari guru dan orang tua, Loving Quran berusaha membentuk generasi muslim yang cerdas, beriman, penuh kasih, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Penutup
Kurikulum Loving Quran adalah bentuk ikhtiar untuk mendekatkan anak-anak pada Al-Qur’an dengan cara yang sesuai dengan fitrahnya: penuh cinta, kelembutan, dan kebahagiaan. Karena mencintai Al-Qur’an bukanlah kewajiban yang dipaksakan, melainkan karunia yang perlu ditumbuhkan.
Mari kenalkan Al-Qur’an pada anak-anak dengan cara yang menyenangkan dan penuh cinta. Yuk, kenali lebih dalam Kurikulum Loving Quran!