Renovasi Ka’bah dan Kebijaksanaan Nabi Muhammad saw.
Ditulis oleh Dhiana Awaliyah Prana Dipa
dhianaawaliyah

Ka’bah adalah pusat ibadah bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Bangunan yang berbentuk
kubus ini menjadi bangunan pertama yang dibangun atas nama Allah swt. Maka kemudian Ka’bah
dikenal dengan sebutan baitullah (rumah Allah). Masih ingatkah sahabat Alif, siapa yang
membangun Ka’bah pertama kali ?
Yups, Ka’bah pertama kali didirikan oleh nabi Ibrahim a.s dibantu anaknya nabi Ismail a.s. Dalam
surat al-Baqarah ayat 127 dijelaskan “Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah
bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah
Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui”.
Ketika nabi Muhammad saw. berusia 35 tahun orang-orang Quraisy merenovasi Ka’bah. Renovasi
tersebut dilakukan lantaran banjir besar yang melanda Mekkah sehingga menggenangi Masjidil
Haram. Renovasi juga harus dilakukan untuk menjaga kelestarian Ka’bah yang sudah sangat tua
usianya, yaitu semenjak zaman nabi Ibrahim a.s dan putranya nabi Ismail a.s. Orang-orang Quraisy
khawatir sewaktu-waktu Ka’bah bisa roboh, sehingga perlu dilakukan pemugaran agar lebih kokoh.

Dalam proses pemugaran, para pemuka Quraisy sepakat bahwa hanya akan menggunakan uang
yang baik untuk membiayai pembangunannya. Uang hasil kezaliman dan hasil jual beli riba tidak
boleh dipakai untuk mendanai renovasi Ka’bah.
Di awal perbaikan, orang-orang Quraisy masih takut untuk meruntuhkan bagian-bagian Ka’bah
yang memang perlu untuk diruntuhkan. Hal tersebut dikarenakan kesakralan Ka’bah. Mereka takut
akan mendapatkan bencana. Sampai akhirnya salah satu dari mereka yang bernama al Walid bin 
al Mughirah memulai perobohan tersebut.
Setelah melihat al Walid bin al Mughirah memulai perobohan tersebut, orang-orang Quraisy tidak
langsung mengikuti. Mereka menunggu hingga keesokan harinya. Jika terjadi sesuatu pada al
Walid bin al Mughirah, maka mereka tidak akan meruntuhkan Ka’bah dan mengembalikannya
seperti semula. Namun sebaliknya, jika al Walid bin al Mughirah baik-baik saja, 
mereka akan melakukan apa yang
 dilakukan oleh al Walid bin al Mughirah. Karen mereka yakin berarti Allah
meridhai apa yang mereka lakukan.

Setelah melihat tidak ada hal buruk yang terjadi pada al Walid bin al Mughirah, orang-orang
Quraisy pun mulai ikut merobohkan Ka’bah. Mereka kemudian membagi sudut-sudut ka’bah.
Setiap kabilah bertanggung jawab dengan bagian-bagiannya.
Nabi Muhammad saw. sebagai kaum Quraisy pun turut serta bersama-sama dengan yang lain
dalam merenovasi Ka’bah. Beliau bergabung bersama paman beliau Abbas r.a. Nabi Muhammad
saw. ikut mengangkut batu-batu dengan cara dipikul.

Pada saat pembangunan sampai pada posisi Hajar Aswad, munculah perdebatan di antara suku-
suku Quraisy. Mereka berdebat tentang siapa yang berhak meletakkan hajar aswad kembali pada
posisinya. Tentunya setiap suku merasa paling berhak, dan mengklaim bahwa sukunya lebih baik
dari suku lainnya. Karena bagi suku-suku Quraisy, meletakkan Hajar Aswad kembali pada
posisinya merupakan sebuah kehormatan bagi suku tersebut.
Hajar Aswad merupakan batu hitam yang terletak di sudut Yamani Ka’bah. Batu hitam tersebut
memiliki nilai sejarah dalam pembangunan Ka’bah. Meskipun orang-orang Quraisy menghargai
kehormatan dan kesakralan Hajar Aswad. Namun tidak ada satu riwayat pun yang menjelaskan
bahwa mereka menyembah atau memuji Hajar Aswad layaknya mereka menyembah batu, patung
atau berhala di zaman jahiliyyah.
Allah swt. menjaga Hajar Aswad sejak dari zaman nabi Ibrahim dari penyembahan oleh orang-
orang jahiliyyah. Sebab jika hal tersebut terjadi, kemudian Islam datang mengagungkannya, maka
orang-orang munafik akan berkata bahwa ternyata Islam sama seperti mereka.

Perdebatan akan siapa yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad pada posisinya
berlangsung empat hingga lima hari sampai hampir menimbulkan pertumpahan darah di antara
suku-suku Quraisy. Kemudian salah satu sesepuh Quraisy yang bernama Abu Umayyah bin al
Mughirah berpendapat dan memberi saran agar menetapkan orang untuk memutus persoalan
tersebut. Al Walid bin al Mughirah menyarankan untuk menyerahkan keputusan kepada orang
pertama yang lewat pintu masjid keesokan paginya. Suku-suku Quraisy pun menyetujui usulan tersebut.

Allah S.W.T kemudian menakdirkan bahwa orang pertama yang lewat pintu masjid keesokan
paginya adalan nabi Muhammad saw. Mengetahui hal tersebut, nabi Muhammad saw. yang
masyhur dengan kejujurannya, pun disetujui oleh orang-orang Quraisy sebagai penentu keputusan
dalam permasalahan tersebut.
Nabi Muhammad saw. lantas meminta selembar kain selendang dan meletakkan Hajar Aswad di
tengah kain tersebut. Beliau kemudian meminta setiap pemuka kabilah yang berselisih untuk
memegang ujung kain tersebut. Lalu secara bersama-sama mereka mengangkat Hajar Aswad
mendekat ke Ka’bah.
Kemudian nabi Muhammad saw. berkata bahwa yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad
ke tempatya adalah orang yang didekati oleh batu hitam tersebut. Ternyata, Hajar Aswad meluncur
mendekati nabi Muhammad saw. Sehingga nabi Muhammad saw. mengangkat Hajar Aswad dari
selendang tersebut dan meletakkannya pada posisinya.
Jalan keluar yang diberikan nabi Muhammad saw. merupakan jalan keluar yang sebelumnya tidak
terpikirkan oleh orang-orang Quraisy. Hal tersebut menunjukkan kebijaksanaan nabi Muhammad
saw. sebagai penentu keputusan dalam sebuah masalah. Dengan jalan keluar tersebut, setiap suku
merasa sama dan tidak merasa direndahkan oleh suku lainnya. Sehingga terhindarlah perpecahan
dan pertumpahan darah antar suku.
Allahumma Solli Ala Muhammad, Wa Ala’ Ali Muhammad...