Ditulis oleh Dhiana Awaliyah Prana Dipa (Guru Alif Iqra Regional Bekasi)

Tahukah sahabat Alif, tentang hari Tarwiyah dan hari Arafah ? Dua hari yang hanya ada di bulan Dzulhijah. Apa bedanya hari Tarwiyah dan Arafah ? Mengapa juga dinamakan sebagai hari Tarwiyah dan Arafah ? Bagaimana sejarahnya ? Yuk, sama-sama cari tau jawabannya dari tulisan di bawah ini.

Hari Tarwiyah, dan Arafah adalah hari kedelapan, dan sembilan pada bulan Dzulhijah. Kemudian pada tanggal 10 Dzulhijah, dilanjutkan dengan pemotongan hewan qurban juga melempar jumroh aqabah untuk jama’ah haji. Menurut Imam Syafi’i tanggal 10 Dzulhijah adalah hari terakhir dalam hari-hari yang istimewa atau jama’ disebut dengan Al-Ayyam Al-Maklumat (hari-hari yang telah diketahui). As-Syafi’i mengatakan “Hari-hari yang diketahui adalah sepuluh hari yang akhirnya adalah hari raya qurban”.

Hari Tarwiyah adalah hari kedelapan dalam bulan Dzulhijah. Penamaan Tarwiyah pada hari kedelapan bulan Dzulhijah sedikitnya dinisbatkan pada dua hal. Pertama Tarwiyah yang identik dengan keadaan berfikir dan merenung. Pemaknaan tersebut dihubungkan dengan sejarah Idul Qurban, yaitu kisah penyembelihan nabi Ismail a.s yang Allah swt. ganti dengan seekor kambing. Pada malam tanggal 8 Dzulhijah nabi Ibrahim a.s mendapatkan mimpi pertama tentang perintah penyembelihan nabi Ismail a.s. Keraguan akan kebenaran mimpi tersebut menyelimuti benak Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s berfikir dan merenung tentang dari mana mimpi itu berasal ? Jika dari Allah swt., maka hal tersebut adalah perintah yang harus dikerjakannya. Namun sebaliknya, jika dari syaitan maka mimpi tersebut adalah salah satu bentuk godaan untuk mengganggunya. Keadaan berfikir dan merenungnya nabi Ibrahim a.s tersebut diistilahkan dengan Yurowwi ) .)يروي
Sehingga tanggal 8 Dzulhijah dinamakan dengan hari Tarwiyah.

Kedua, penamaan Tarwiyah yang dinisbatkan pada kondisi jama’ah haji. Pada 8 Dzulhijah jama’ah haji setelah berihram, mereka menuju Mina untuk bermalam, untuk keesokan harinya menuju Arafah. Ketika di Mina, jama’ah haji meminum air untuk menyegarkan diri (irtiwa) dan untuk bekal perjalanan jama’ah haji menuju Arafah. Secara etimologis Tarwiyah berasal dari kata rawayarwi ) روى-يروى ( yang salah satu maknanya adalah mengairi dan memberi minum.

Pendapat lain juga mengatakan bahwa pada hari Tarwiyah penduduk Mekah keluar menuju Mina. Selanjutnya mereka berpikir tentang doa-doa yang akan mereka panjatkan pada hari Arafah di keesokan harinya. Pendapat ini secara tidak langsung dapat mengakomodir dua pandangan tentang pemaknaan Tarwiyah. Pemaknaan dalam sejarah Idul Adha, yang berarti berfikri atau merenung. Dan pemaknaan dalam pandangan kondisi jama’ah haji yang mempersiapkan bekal menuju Arafah.

Hari Arafah adalah hari yang dinisbatkan penanggalannya pada 9 Dzulhijah. Arafah berasal dari kata arafa – ya’rifu ) عرف – يعرف ( yang secara etimologis bermakna mengetahui, mengenal dan menyadari. Pemaknaan tersebut setidaknya didasarkan pada dua hal, sejarah Idul Adha dan pelaksanaan ibadah haji.

Pemaknaan 9 Dzulhijah dengan Arafah tidak terlepas dari mimpi nabi Ibrahim a.s untuk menyembelih putranya Ismail a.s. Nabi Ibrahim a.s yang mengalami keraguan dengan mimpinya pada malam 8 Dzulhijah, kembali mendapatkan mimpi serupa di malam 9 Dzulhijah. Dari mimpi tersebut nabi Ibrahim a.s mengetahui (arafa) dan meyakini bahwa hal tersebut datangnya dari Allah, yang berarti apa yang disampaikan dalam mimpi tersebut merupakan perintah yang harus Nabi Ibrahim a.s laksanakan. Hilangnya keraguan dan datangnya pengetahuan-keyakinan ) )عرف pada diri nabi Ibrahim a.s menjadi salah satu dasar pemaknaan 9 Dzulhijah dengan hari Arafah. Sedangkan dari pelaksanaan ibadah haji, penamaan tanggal 9 Dzulhijah dengan hari Arafah, didasarkan pada beberapa hal. Pertama, pada tanggal 9 Dzulhijah jama’ah haji berkumpul dipadang Arafah dan saling mengenal (arafa) satu sama lain. Padang Arafah adalah sebuah padang sahara terletak di timur Mekah, sedikit condong ke selatan, dengan luas kira-kira mencapai 18 kilometer persegi. Arafah berjarak sekitar 25 kilometer dari Mekah, dan berada di antara jalan Thaif ke Mekah.

Selain itu pemaknaan hari arafah juga dilandasi secara filosofis, yaitu dimana pada hari tersebut adanya pengakuan (i’tirof). Umat Islam khususnya orang-orang yang melaksanakan wukuf di Arafah pada hari itu mengetahui dan mengakui Allah swt. sebagai satu-saunya Dzat yang harus disembah dan diagungkan. Arafah dinisbatkan pula pada momentum dimana umat Islam diminta untuk mengenal diri masing-masing (arafa nafashu). Mengenal dari apa dan untuk apa dia diciptakan oleh Allah swt. juga mengenal dan mengakui kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa dimasa lalu.

Momentum ritual wukuf di Arafah ini seharusnya tidak hanya dimaknai oleh jama’ah haji namun juga non haji. Dimana pada hari itu, keduanya diharapkan dapat memanfaatkannya sebagai waktu untuk intropeksi diri dengan memperbanyak dzikir, doa serta menangisi dosa-dosa dan mengaharap ampunan Allah swt. Bagi jama’ah haji, hal tersebut diaktualisasikan dalam wukuf di padang Arafah. Adapun bagi non haji pada hari tersebut dianjurkan untuk berpuasa sunnah Arafah. Secara filosofis hari Arafah juga diambil dari kata arfun ) عرف ( yang mempunyai makna bau yang harum. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang berwukuf di Arafah ingin melepas semua kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan dan menghindar dari perbuatan dosa. Keinginan tersebut diwujudkan dengan bertobat dan memohon ampunan kepada Allah swt di hari Arafah. Sehingga, secara tidak langsung orang-orang tersebut berusaha untuk melepaskan diri dari kotoran-kotoran dosa dan berusaha menjadi jiwa yang harum.

Hari Arafah merupakan momentum terbaik bagi umat Islam untuk intropeksi diri, menengadahkan tangan, berdoa dan bersimpuh diri kepada Allah. Sebagaimana nabi Muhammad saw. dalam haji Wada’ ketika berwukuf di Arafah, berdoa menengadahkan kedua tangannya dan memohon ampunan sejak masuk waktu Dzuhur hingga matahari terbenam. Padahal nabi Muhammad saw. adalah seorang yang ma’sum, yaitu yang telah Allah swt. lindungi dari dosa dan mengampuni kesalahannya.
Semoga kita dapat meneladani dan memaknai sejarah dan hikmah baik yang tersurat maupun tersirat dari hari Tarwiyah, Arafah, Ibadah Qurban dan Ibadah Haji. Dan semoga Allah jadikan kita termasuk golongan orang-orang yang dapat merasakan dan mendapatkan keistimewaan hari Arafah, ibadah Qurban dan ibadah Haji. Sebagai penutup, sebuah ungkapan indah dari Imam Ibn Rajab Al-Hanbaly mengatakan :

من لم يستطيع الوقوف بعرفة، فليقف عند حدود الله
ومن لم يستطيع المبيت بمزدلفة، فاليبت على طاعة الله ليقربه ويزلفه
ومن لم يقدر على ذبح هديه بمنى، فليذبح هواه ليبلغ به المنى
ومن لم يستطيع الوصول للبيت لأنه بعيد، فليقصد رب البيت فإنه أقرب إليه من حبل الوريد

Barang siapa yang belum mampu berdiam-wukuf di Arafah, hendaklah dia berhenti pada batas hukum Allah swt. yang dia mengerti.
Dan barang siapa yang belum mampu mabit-bermalam di Muzdalifah, hendaklah dia bermalam dengan ketaatan pada Allah swt. agar akrab dan dekat bermesra pada-Nya.
Dan barang siapa yang belum kuasa menyembelih hewan hadyu-nya di Mina, hendaklah dia sembelih hawa nafsunya, agar dengan hal tersebut dia sampai pada impian.
Dan barang siapa yang belum mampu sampai ke Baitullah bersebab jauhnya, hendaklah dia menuju Rabbnya Ka’bah yang lebih dekat dari urat lehernya.