Hari santri Nasional diperingati pada tanggal 22 Oktober, karena pada tanggal 22 Oktober 1945 merupakan tanggal ketika Kiai Hasyim Asy’ari mengumumkan fatwanya yang disebut sebagai Resolusi Jihad.
Resolusi Jihad yang lahir melalui musyawarah ratusan kiai dari berbagai daerah tersebut merespon agresi Belanda kedua. Resolusi itu memuat seruan bahwa setiap Muslim wajib memerangi penjajah. Para pejuang yang gugur dalam peperangan melawan penjajah pun dianggap mati syahid. Sementara itu, mereka yang membela penjajah dianggap patut dihukum mati.
Tujuan memperingati “Hari Santri Nasional” adalah agar mengingatkan, menghargai, mengapresiasi peran dari historis para santri saat memperjuangkan dan juga menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dikutip dalam Istiqlal.go.id, peristiwa perjuangan santri dalam menghadapi dan mengusir kembalinya penjajah ke Indonesia, mengingatkan kita pada perjuangan rasulullah dalam perang Khoibar, perang yang menghalau pasukan yahudi bani nadhir dan sekutunya. Belajar dari Rasulullah dalam pertempuran Khoibar.
Di Khoibar, yang jaraknya sekitar 150 KM dari Madinah terdapat masyarakat Yahudi dari bani Nadhir yang telah terusir dari Madinah, mereka selalu menyimpan dendam kepada umat Islam, di sana mereka menyusun kekuatan dengan sekutu yahudi lainya untuk menyerang umat Islam di Madinah.
Demi menjaga keutuhan, ketenangan dan kesejahteraan masyarakat dan wilayah Madinah, maka Rasululah bersama dengan pasukanya sebanyak 10.000 orang melakukan peperangan dengan Yahudi yang berjumlah 50.000 orang di Khoibar. Dalam peperangan itu beberapa kali pimpinan perang dari pihak Yahudi diganti karena terbunuh oleh pasukan Islam. Akhirnya peperangan dimenangkan oleh pihak muslim. Kemenangan itu didorong oleh suatu keyakinan kuat bahwa jihad melawan kezholiman akan diberikan kemenangan oleh Allah. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat 45 – 46 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا لَقِيْتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوْا وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ٤٥ وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ ٤٦
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Taatilah Allah dan Rasul-Nya, janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang, serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.“
Begitu juga peperangan Surabaya adalah peperangan melawan penjajah yang sudah terusir dari negeri Indonesia, mereka dan sekutunya akan kembali ke Indonesia untuk menjajah. Sehingga, yang dilakoni oleh para kyai dan santri dalam menghadapi sekutu, adalah peperangan yang amat sengit, karena umat islam yang di dalamnya para kyai dan santri, disamping jumlahnya sangat terbatas sekaligus perlengkapan dan peralatan pun sangat minim dan tradisional. Sementara pihak sekutu, jumlahnya cukup banyak dan dilengkapi dengan peralatan yang canggih.
Keberanian untuk menghadapi sekutu ini didorong oleh sebuah seruan yang kuat dari KH. Hasyim Asy’ari yang memfatwakan bahwa cinta pada tanah air adalah bagian dari iman (‘hubbul wathan minal iman’), bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman. Maka dengan semangat motivasi iman inilah yang mampu mendorong para santri dengan peralatan bambu runcing apa adanya, tidak takut menghadapi pasukan sekutu yang persenjataanya lengkap dan modern. Sehingga keberanian itu membuahkan hasil yaitu kemenangan berada di pihak santri.
Berdasarkan website Kementerian Agama (Kemenag) RI tahun ini hari Santri mengangkat tema: Jihad Santri, Jayakan Negeri. “Melalui tema ini, kami ajak para santri untuk terus berjuang membangun kejayaan Negeri dengan semangat jihad intelektual di era transformasi digital,” kata Menag Yaqut dikutip dari laman resmi Kemenag, Jumat (13/10/2023).