Khattamul Anbiya merupakan salah satu julukan Nabi Muhammad SAW yang berarti penutup bagi para Nabi. Sesuai dengan firman Allah SAW dalam surat al-Ahzab ayat 40, yang berbunyi:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَـٰكِن رَّسُولَ اللَّـهِ وَ خَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Nabi Muhammad SAW merupakan Nabi terakhir yang Allah utus untuk menyempurnakan agama sebelum-sebelumnya. Al-Quran merupakan kitab Allah yang menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Sehingga, tidak perlu ada kitab lain karena al-Quran sebagai kitab terakhir. Maka, dapat diartikan bahwa tidak ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir juga didukung dengan dalil lainnya, yaitu surat as-Shaf (61) ayat 6:

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ

”Dan (ingatlah) ketika Isa bin Maryam berkata, ”Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yag akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).”

Nabi Muhammad S.A.W

Menurut Syekh Al-Jazairy dalam kitab Al-Jawahir al-Kalamiyah, alasan kenapa Nabi Muhammad SAW dijadikan Nabi terakhir adalah hikmah terputusnya para nabi itu untuk menyeru umat manusia agar beribadah kepada Allah, menunjukkan mereka ke jalan yang lurus dalam urusan kehidupan duniawi dan ukhrawi, memberi tahu kepada mereka tentang hal-hal yang tidak dapat dicapai oleh penglihatan mereka, dan memberi tahu keadaan yang pemikiran mereka belum sampai, dan menetapkan dalil yang meyakinkan, serta menghilangkan syubhat-syubhat (keserupaan) yang tidak benar.

Adapun hubungan dakwah Nabi Muhammad SAW dengan nabi-nabi terdahulu ialah dibangun atas dasar sebagai penguat dan penyempurna dakwah para nabi sebelumnya. Oleh karena itu, semua para nabi selalu dibangun atas dasar dua pondasi utama, yaitu:  akidah, dan syariat dan akhlak.

Dari segi akidah, semua ajaran yang dibawa oleh para nabi, mulai dari nabi Adam as sampai nabi Muhammad SAW adalah sama. Tidak ada beda antara nabi satu dengan yang lainnya, semuanya mengajarkan keimanan terhadap keesaan Allah SWT, yaitu dengan membersihkan dari segala sifat yang tidak layak bagi-Nya, dan mengimani adanya hari kiamat serta adanya surga dan neraka. Maka dari itu, semua para nabi menyerukan kepada kaumnya masing-masing atas dasar iman kepada Allah, dan semua para nabi setelahnya saling membenarkan ajaran yang telah dibawa oleh para nabi sebelumnya.

Adapun dari segi syariat yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat dan individu terdapat perbedaan dalam metode dan kuantitasnya antara satu nabi dengan yang lain. Hal itu disebabkan karena syariat termasuk dalam ranah pelaksanaan, bukan sebuah pengabaran seperti akidah. Perkembangan zaman dan perbedaan bangsa yang satu dengan yang lainnya turut mempengaruhi syariat mereka satu sama lain. Diutusnya suatu nabi itu adalah khusus untuk umatnya pada waktu itu, bukan umum untuk semua manusia. Maka dari itu, sebuah hukum syariat terbatas dalam ruang lingkup yang sempit sesuai dengan umatnya pada waktu itu secara khusus.