Kemerdekaan saat ini yang kita rasakan tentu tidak lepas dari peran para pahlawan yang telah berjasa membebaskan tanah air dari penjajahan. Bahkan setelah kemerdekaan indonesia diproklamirkan, situasi Indonesia masih belum stabil. Peran pahlawan muslim dari kalangan kyai pun banyak ikut andil dalam kemerdekaan Indonesia. 

Jihad yang dilakukan para kiai dan santri tidak hanya terbatas pesantren tempat mereka mendalami ilmu-ilmu Islam. Perjuangan itu pun mengemuka dalam hubungan mereka dengan masyarakat, bangsa, dan umat Islam umumnya. Peneliti Asia Tenggara, Harry J Benda, dalam bukunya, The Crescent and the Rising Sun: Indonesian Islam under the Japanese Occupation bahkan menyebut, sejarah Islam Indonesia adalah sejarah perluasan peradaban santri serta pengaruh mereka bagi kehidupan keagamaan, sosial, dan politik.

Kalangan pesantren berjuang di garda terdepan dalam melawan penjajahan. Setidaknya sejak awal abad ke-20 M, kolonialisme semakin sistematis dalam menindas rakyat Indonesia—kala itu disebut Hindia Belanda. Di bidang pendidikan Islam, pesantren memegang peranan penting sebagai benteng pertahanan spiritual dan ideologis untuk kaum Muslimin membendung pengaruh buruk rezim kolonial.

Berikut rangkuman semangat 7 pahlawan muslim dalam  meraih kemerdekaan:

  1. Pangeran Diponegoro

Dikutip dari muslimahdailycom, sang panglima perang Diponegoro merupakan kyai ternama di daerah tempat tinggalnya, Tegalrejo. Ia lahir dari keturunan Sultan Hamengkubuwana III namun memilih untuk tidak berpolitik tapi memilih untuk menjadi penasihat agama di tengah masyarakat. Bagi Pangeran Diponegoro, perang melawan penjajah Belanda merupakan sebuah jihad. Pangeran Diponegoro pernah menyatakan terhadap penjajah adalah perang sabil, yakni perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat perang sabil yang dikobarkan Pangeran Diponegoro tersebut kemudian berdampak pada berkobarnya semangat jihad hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu.

 

    2. Imam Bonjol

Adalah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri pada tahun 1803-1838. Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab yang lahir di Bonjol pada tahun 1772. Ia merupakan putra dari seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Imam Bonjol memperoleh gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.

 

  1.   K.H Hasyim Asy’ari

Tokoh ulama Islam yang juga pahlawan nasional Indonesia. Ia memiliki wawasan luas dan pemikiran visioner dalam sejarah perjuangan. Beliau juga adalah pendiri dari organisasi Nahdhatul Ulama (NU) dan Pondok Pesantren Tebuireng. Salah satu bukti nasionalismenya, beliau mencetuskan Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi Jihad NU adalah upaya meminta pemerintah Indonesia untuk menentukan sikap dan tindakan nyata serta tegas terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan dan agama serta negara, khususnya pihak Belanda dan sekutunya. Isi dari Resolusi Jihad tersebut yakni, menegaskan bahwa hukum membela Tanah Air adalah fardhu ain bagi setiap islam di Indonesia. Selain itu, beliau ayah dari K.H. Abdul Wahid Hasyim, yang merupakan anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan.

 

  1.   KH Zainal Mustafa

Saat jepang menjajah indonesia, KH Zainal Mustafa menggagas pemberontakan di Singaparna, Tasikmalaya pada Februari 1944. K.H Zainal Mustafa terang-terangan tidak menyukai perintah upacara Seikerei, yakni upacara penghormatan kepada kaisar Jepang dengan cara membungkuk ke arah matahari terbi dan kesewenang-wenang Jepang pada rakyat. Perlawanan KH Zainal Mustafa membuat Jepang geram hingga akhirnya ia ditangkap pada tanggal 25 Februari 1944 dan dihukum mati pada 25 Oktober 1944. Namanya kini diabadikan di jalan raya Kota Tasikmalaya.

 

  1.   Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto

Lebih dikenal dengan H.O.S Cokroaminoto adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang terkenal sebagai guru dari tokoh terkenal. Murid-murid H.O.S Cokroaminoto diantaranya: Soekarno, Semaoen, Muso, Alimin, hingga Tan Malaka. H.O.S Cokroaminoto merupakan pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yakni Sarekat Islam (SI) yang sebelumnya dikenal dengan nama Serikat Dagang Islam. Selain itu perjuangan H.OS. Cokroaminoto untuk Indonesia diantaranya Mengecam pengambilan tanah untuk dijadikan perkebunan milik orang-orang Eropa,  mendesak Sumatera Land Syndicaat supaya mengembalikan tanah rakyat di Gunung Seminung, Sumatera Selatan.  Menuntut supaya kedudukan dokter-dokter pribumi disamakan dengan dokter-dokter Belanda. 

 

  1.   Jenderal Sudirman

Nama Jenderal Sudirman sudah tidak asing lagi bagi warga Indonesia. Keberaniannya menjadikan beliau sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia. Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin, kerap mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi islam Muhammadiyah.

Dilansir dari Republika.co.id, Sebagai Panglima TNI, jenderal Soedirman mampu menjalankan tugasnya dengan baik, bahkan mungkin mampu menjadi satu-satunya panglima TNI yang tidak mampu ditangkap oleh pihak Belanda. Menurut Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid saat berbicara pada sosialisasi Empat Pilar Yang digelar di MPR RI, ada tiga hal mulia yang dilakukan Jenderal Soedirman pada masa hidupnya. Pertama, ia senantiasa menjaga diri dalam keadaan suci dengan cara menjaga wudhu. Jenderal Soedirman juga selaly berusaha shalat di awal waktu serta selalu berbakti kepada orang tua. Tiga hal itu, menurut Hidayat merupakan hal-hal baik yang diajarkan Islam dan terbukti dapat dirasakan manfaatnya oleh orang yang melaksanakannya.

 

  1.   Sultanah Safiatuddin

Yaitu pemimpin wanita pertama di Kesultanan Aceh Darussalam. Beliau diangkat sebagai pemimpin setelah suaminya Sultan Iskandar Tsani wafat pada 1641 M. Dalam masa kepemimpinannya, terdapat pro dan kontra yang timbul tentang hukum seorang perempuan memimpin Aceh. Namun hal tersebut tidak melemahkan semangat Sultanah Safiatuddin untuk menjaga masyarakat.

Terbukti selama Sultanah Safiatuddin memimpin, beliau membuat ragam bentuk strategi pemerintahan, bahkan karena Kecakapannya berdiplomasi berhasil mencegah Aceh dirongrong kekuatan-kekuatan kolonialis selama 34 tahun masa pemerintahannya. Tidak hanya itu, beliau juga mengembangkan ilmu pengetahuan, melalui pembangunan perpustakaan dan mengembangkan pusat pendidikan yaitu Jami’ Baiturrahman (Universitas Baiturrahman) serta mendirikan beberapa pesantren di pelosok wilayah Aceh dengan bantuan para Ulama. Untuk membentuk sistem perekonomian yang baik, beliau  memberi zakat kepada golongan masyarakat yang berhak menerimanya.

Cek Materi Akademi Alif Iqra Sepcial Hari Kemerdekaan