Pengasuhan seorang ayah terhadap anak-anaknya dalam satu keluarga sangatlah penting. Beberapa tahun ini kita mendengar istilah Fatherless yang berarti tidak adanya sosok ‘ayah’ dalam pengasuhan anak dalam rumah tangga, baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini bukan hanya terjadi kepada anak yatim saja, akan tetapi terjadi kepada mereka yang masih memiliki ayah namun tingkat keterlibatannya dalam pengasuhan anak sangat rendah. Fatherless dapat terjadi disebabkan beberapa faktor seperti kondisi sosial, ekonomi, maupun budaya yang hidup di tengah masyarakat.
Di antara efek negatif dari Fatherless adalah turunnya tingkat kepercayaan diri pada anak, anak menjadi cenderung menarik diri dari kehidupan sosial, rentan melakukan tindakan kenakalan remaja, kriminal, hingga kekerasan, mengalami masalah mental. Fatherless juga berisiko memicu depresi, ketakutan, kecemasan, tidak bahagia dalam hidup, nilai akademis rendah, kurang menghargai diri sendiri, merasa tidak aman secara fisik dan psikis, berpotensi memiliki hubungan yang rumit dengan pasangannya kelak, dan juga sulit berkomunikasi dan memecahkan masalah.
Imam al-Ghazali mengatakan “Anak adalah Amanah di tangan kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah Mutiara yang masih mentah, belum dipahat maupun dibentuk apapun, mudah condong kepada segala sesuatu. Apabila dibiasakan dan diajari kebaikan, maka dia akan tumbuh dalam kebaikan itu. Namun apabila dibiasakan dengan keburukan dan dilalaikan seperti dilalaikannya hewan pasti anak akan celaka dan binasa. Dosanya akan melilit leher orang yang seharusnya bertanggung jawab atasnya dan menjadi walinya.
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan diatas fitrahnya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Majusi, dan Nasrani.” Oleh karena itu, unsur yang terpenting dari mendidik karakter pada anak adalah orang tua terutama bapak yang menjadi contoh panutan.
Ayah merupakan peletak kerangka dasar dalam tiga hal: pertama, ayah adalah peletak dasar dalam soal visi, keberhasilan, dan kegagalan Pembangunan Islam sangat tergantung pada kekuatan Visi para ayah. Maka harus selalu diingat bahwa ayahlah peletak dasar visi berumah tangga dan ibu adalah pengisi serta pendukung visi ayah.
Kedua, ayah adalah peletak kerangka dalam pembuatan agenda harian dan regulasi. Ayah adalah peletak dasar bagi sebuah regulasi yang mengatur agenda harian seperti aturan belajar, shalat, ke perpustakaan, dan lain-lain.
Ketiga, ayah adalah ayah peletak keteladanan. Ayah adalah peletak keteladanan dalam hal tanggung jawab, pengayoman, kerinduan, kasih sayang, kebaikan, kedermawanan, dan lain-lain.
Akses artikel bagaimana cara komunikasi orang tua terhadap Anak, DISINI
Keteladanan sosok ayah juga dapat diterapkan dalam nilai ibadah. Nilai ibadah merupakan bukti nyata dan dampak dari iman seorang muslim. Menanamkan nilai ibadah adalah suatu cara sebagai umat muslim dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Penanaman nilai ibadah seorang ayah pada anaknya adalah dengan cara mengajak anak pergi ke masjid, sehingga anak dapat meniru apa yang biasa dilakukan oleh ayahnya. Contoh lainnya seorang ayah menanamkan nilai ibadah adalah dengan mengajak anaknya untuk bersedekah. Selain itu juga, cara lain menanamkan nilai ibadah seorang ayah kepada anaknya adalah mengajak anaknya untuk sholat berjamaah.
Penulis: Miss Nikmatul Fikriyah